KEUTAMAAN SEDEKAH

        Harta benda adalah milik Allah SWT. Allah telah mengamanahkannya kepada para hambaNya, agar diketahui bagaimana mereka membelanjakannya. Kemudian, mereka akan ditanya tentang hartanya saat mereka mendapat-kannya dan kemana mereka membelanja-kannya? Barangsiapa yang mendapatkannya dengan cara halal dan benar-benar menunaikan amanah tersebut secara baik, dengan membelanjakannya untukketaatan kepada Alah SWT. dan mengharap ridha-Nya, maka ia akan mendapatkan pahala atas langkahnya yang baik tersebut. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor kebahagiannnya..

    Namun sebaliknya, barangsiapa yang mendapatkan hartanya dengan cara yang haram dan menyalahgunakan amanah tersebut dengan membelanjakannya dalam hal-hal yang diharamkan, maka kelak ia akan mendapatkan balasannya. Hal itulah yang menjadi salah satu sebab Kebinasaan dan kesengsaraannya, kecuali Allah mengampuninya dengan kasih sayangNya.

Bertolak dari hal ini, maka hendaklah seorang hamba –bila menghendaki keselamatan- senantiasa mencari kecintaan Allah dengan harta bendanya yakni saat Islam mendorong untuk menginfakkan hartanya, maka ia mengarahkan jiwanya untuk bergegas melaksanakannya sesuai dengan kemampuannya. Dan, ketika Islam mengharamkan membelanjakan hartanya (dalam hal yang diharamkan), maka serta merta ia akan berhenti dan tidak melanjutkannya.

Di antara perkara paling agung yang disyariatkan Allah untuk mengeluarkannya dan memotivasi para hambaNya untuk mengharap pahala dengannya adalah sedekah. Sedekah adalah nafkah yang diharapkan mendapatkan pahala dengannya. Kalimat sedekah ini mencakup sedekah yang wajib dan sunnah. Namun, penggunaannya di dalam syariat biasanya yang wajib disebut dengan istilah zakat, dan yang sunnah disebut dengan istilah sedekah. (Lihat Al-Mufradat Karya Ar-Raghib al-Asfahani hal. 480). Infaq termasuk nama lain dari sedekah yang sunnah itu.

Sedekah disyariatkan karena dua tujuan mulia. Yakni, pertama, menutup kekurangan dan kebutuhan kaum muslimin. Dan, kedua, membantu Islam dn mengokohkannya (Lihat Jami’u al-Bayan Karya Thobari X hal. 163). Ada berbagai nash dan atsar yang menjelaskan keutamaan dan pengaruh ibadah yang amat mulia ini. Juga ,ada berbagai faktor yang dapat mendorong seorang muslim untuk berbegas mengamalkannya.

Keutamaan dan pengaruh sedekah sangat banyak sekali. Di antaranya, sedekah merupakan amalan yang paling utama dan amat dicintai oleh Allah SWT. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Ibnu ‘Umar yang diriwayatkan secara marfu’:

إِنَّ أَحَبَّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ سُرُوْرٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُؤْمِنٍ, تَكْسِفُ عَنْهُ كُرَبًا, أَوْ تَقْضِى عَنْهُ دَيْنًا, أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوْعًا

Amalan yang paling dicintai oleh Allah adlah engkau memberikan rasa gembira kepada orang mukmin, meringankan bebannya, membayar hutangnya atau menghilangkan rasa laparnya.” (Qadha’u al-Hawa’ij Karya Ibnu Abi ad-Dunya hal. 40 no. 36. Dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihu al-Jami’ I hal 97 no. 176)

Dalam hadits yang lain disebutkan,

مِنْ أَفْضَلِ الْعَمَلِ : إِدْخَالُ السُّرُوْرِ عَلَى الْمُؤْمِنِ, يَقْضِى عَنْهُ يَقْضِى لَهُ حَاجَةً يُنَقَّصُ  لَهُ كُرْبَةً

Di antara amalan yang paling utama adalah memberikan rasa gembira kepada orang mukmin, membayar hutangnya, memenuhi kebutuhannya dan meringankan bebannya.” (Syu’abu al-‘Iman (VI/123) no. 7679. Dishahihkan oleh al-Albani di dalam Shahihu al-Jami’ (II/1025) no. 5897)

Bahkan, sedekah akan membanggakan dirinya di hadapan amalan-amalan yang lain. ‘Umar bin Khaththab ra. berkata: “Amalan-amalan akan saling membanggakan diri, lalu sedekah akan berujar (kepada yang lainnya), ‘Aku yang paling utama dari kalian’ (Shahih Ibnu Khuzaimah (IV/95)

Tingginya kedudukan sedekah ini mencakup pula pelakunya. Orang yang mau mengeluarkan sedekah akan mendapatkan kedudukan yang utama, sebagaimana yang ditegaskan oleh Rasulullah Saw.

“Dunia diperuntukkan bagi empat golongan yakni seorang hamba yang dikaruniai harta dan ilmu, sedangkan ia bertaqwa kepada Rabbnya berkenaan dengan ilmu dan hartanya, menyambung tali silaturrahim dengannya dan menunaikan hak-haknya. Maka orang ini menempati kedudukan yang paling tinggi…” (Jami’u al-Tirmidzi (IV/562 dan 563) no. 2325)

    Semoga kita senantiasa istiqamah bersedekah dan berinfaq secara benar dan sesuai dengan syariat, sehingga mendapatkan kedudukan tinggi di hadapan Allah SWT. Wallahu A’lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini